Menonton film di ruangan yang gelap menggunakan pelanggan lain adalah pengalaman yang sangat sakral serta intim seperti yg dialami beserta. Anda mungkin tertawa atau menangis bersamaan dengan orang poly, namun jua praktis bagi Anda untuk membayangkan diri Anda sendiri dalam kegelapan dengan sebuah cerita yang dimainkan hanya buat Anda.
Rasa kesendirian dan penekanan ini sangat krusial mengingat global yg terus berkembang dan serba cepat yg kita tinggali ketika ini. ketenangan dan kemudahan buat menonton film, dalam beberapa hal, adalah sesuatu yg kita anggap remeh. Sangat simpel buat melupakan, hidup pada era internet, betapa langkanya pengalaman mirip itu bagi orang Amerika lebih asal satu abad yang lalu.
Teater film publik pertama dibuka di Amerika serikat di 19 Juni 1905 pada Pittsburgh, Pennsylvania. Pemilik bioskop Harry Davis dan John Harris menyebutnya Nickelodeon setelah istilah Yunani buat teater, “θέατρο” (odeon) dan istilah “nikel” (porto masuk buat melihat gambar beranjak).
Film-film pertama yang ditayangkan pada Nickelodeon terdiri berasal cerita-cerita yang dimainkan menggunakan bayangan berkelap-kelip yang ditampilkan pada atas seprai putih di depan penonton. Mereka hanya berdurasi 15 sampai 20 mnt tetapi masih disebut sebagai keajaiban budaya pada saat bentuk hiburan mirip itu belum pernah terlihat sebelumnya. Film pendek bisu ini sangat sukses, dan popularitasnya segera menyebabkan perluasan bioskop pada semua negeri, berkontribusi pada kelahiran industri sinematik seperti yg kita kenal sekarang.
Kemajuan teknologi lebih lanjut membawa film rona serta suara dimulai pada tahun 1920-an. kemudian muncullah teater drive-in, film 3D serta pembangunan multipleks besar serta megapleks. Bioskop tumbuh tidak hanya pada ukuran namun juga dalam jumlah fasilitas yang mereka berikan pada pelanggan film. Mereka termasuk popcorn kudapan bioskop klasik dan konsesi lainnya, AC, kursi yg didesain khusus dan interior yang didekorasi dengan mewah buat menarik pelanggan serta mempertinggi pengalaman menonton film.
Bioskop modern menghadapi tantangan yg belum pernah terjadi sebelumnya pada era COVID-19. asal persaingan dengan layanan streaming dan ancaman penutupan oleh pandemi yg sedang berlangsung, masyarakat sendiri sudah bergeser serta berkembang dalam nilai-nilainya tentang hal-hal yang patut kita perhatikan.
Rentang perhatian kolektif kita, menurut sebuah studi tahun 2019 berasal Technical University of Denmark, semakin menyusut dengan jumlah isu yang tersedia pada era info. Orang-orang memiliki lebih banyak pilihan perihal ke mana wajib mengarahkan perhatian mereka, tetapi mereka jua menghabiskan lebih sedikit ketika untuk penekanan di aneka macam hal kini . Peneliti memanfaatkan beberapa asal buat melacak tren konsumsi media dan perhatian kolektif, termasuk data media umum, log akses ke https://upsugcorp.com/, serta penjualan tiket film.
Jadi apa artinya ini bagi bioskop?
banyak berasal kita tidak mempunyai kesabaran buat menonton film berdurasi 2 jam yang dapat menggunakan praktis diakses dalam kenyamanan ruang tamu kita sendiri. Hiburan pada tempat tinggal memberi kita kemewahan multitasking serta menggunakan simpel mengacak-acak pilihan tampilan yg berbeda di waktu luang kita.